Kupas tuntas IPK rendah untuk beasiswa
Dear Friends,
Mengenai IPK rendah untuk beasiswa, saya rasa banyak pertanyaan yang
dijawab secara tidak pas, seperti menyarankan apply ke negara
tertentu yang rendah tingkat kompetisinya. Padahal setahu saya tidak
ada ukuran yang pas untuk ini dan hampir tidak ada beasiswa yang
tidak kompetitif.
Kalo ada yang menyebut beasiswa di Finland, Austria, Norway, Swedia
atau Denmark kurang kompetitif saya yakin anda akan ditertawakan
oleh para pemburu beasiswa dari Eropa Timur, China dan India.
Setahu saya, beasiswa di negara2 itu kurang populer di Indonesia
hanya karena negaranya relatif jauh dan biaya hidup tinggi. Ditambah
lagi karena disana pendidikan memang bukan komoditi bisnis seperti
halnya di Australia, Inggris atau Amerika sehingga nggak banyak
marketing lewat ranking2-an, iklan dan sejenisnya di Indonesia.
Tapi itu samasekali tidak berarti kurang kompetitif, apalagi negara2
itu sangat dikenal kemajuan IPTEK-nya dan kebanyakan bahkan memberi
tution fee gratis. Kalau tidak percaya penjelasan ini silahkan
dicoba saja.
Saya hanya mau sharing untuk rekan2 ber-IPK rendah yang pingin
banget apply beasiswa:
1. Setahu saya, tantangan terberat untuk rekan2 ber IPK rendah
adalah seleksi administrasi. Seperti kita tahu, ada prinsip pokok
kalau mau apply beasiswa, yaitu ikuti minimum requirement yang
dicantumkan oleh setiap beasiswa, entah itu TOEFL, IPK, GRE, TPA
atau apapun. Kalo nggak bisa memenuhi nggak usah ngirim aplikasi
sebab dari yang saya tahu nggak bakal dipertimbangkan.
Sebagai jalan keluar, cari beasiswa yang tidak secara EKSPLISIT
menyebutkan IPK atau TOEFL atau persayaratan apapun yang tidak kita
punya. Dan saya rasa cukup banyak beasiswa semacam ini dan hanya ini
satu-satunya jalan anda untuk punya peluang lolos dari seleksi
administratif secara alami.
Triknya, jangan konyol waktu bikin aplikasi. Instead, buat ‘kesan
pertama yang menggoda’ di aplikasi anda dan caranya, ya..
improvisasi masing-masing. Yang jelas improvisasi anda menunjukkan
kualitas anda.
2. Pilih bidang studi yang tidak sebidang dengan pendidikan
sebelumnya yang ber IP rendah, sehingga anda lebih punya ‘excuse’
pada saat wawancara. Dan anda harus bisa buktikan, bahwa IPK rendah
itu hanya karena anda ‘salah jurusan’ dan bukan karena anda tidak
punya kemampuan akademis.
Sekedar contoh, ada seorang teman yang IPK S1-nya cuma 2,51 di
bidang IT dari universitas ternama, tapi beliau ikut tes TPA (tes
potensi akademik) OTO Bapenas, dan hasilnya 650-an. Setahu saya,
skor TPA segini ini bisa jadi jauh lebih tinggi dari skor TPA
lulusan PT top lainnya yang lulus cumlaude sekalipun. Nah dengan
bekal itu beliau bisa dapat beasiswa S2 dan S3 walau di bidang yang
sedikit berbeda karena ada bukti alternatif akan kemampuan
akademisnya. Jadi dalam hal ini pewawancara tidak hanya lihat IPK
2,5 saja, tapi juga TPA 650-nya, apalagi kalo ditambah TOEFL yang
excelent.
Cara lainnya, ada baiknya anda sekolah dulu S2 biaya sendiri di
bidang yang berbeda, dan usahakan dapat nilai sebagus mungkin.
Barangkali itu bisa anda jadikan ‘alibi’ untuk membuktikan anda
punya kemampuan akademis. Tapi saat ini semua juga tahu, di
Indonesia khususnya dan di beberapa negara lain, IPK S2 ‘agak
diobral’, bahkan terkesan ‘bisa dibeli’ karena itu kredibilitas IPK
S2 seringkali dipertanyakan. Ini bisa anda siasati dengan publikasi
atau riset yang berkualitas semasa anda studi.
Jadi sekali lagi, menurut saya, IPK itu ukuran yang absurd.
Bisa jadi IPK 2,5 tahun ’90 an jauh lebih bagus dari IPK-3,0 jaman
sekarang, karena dulu nggak ada namanya semester pendek.
Bisa jadi IPK 2,5 di fakultas K sama sulitnya dengan IPK 3,5 di
fakultas H misalnya.
Belum lagi kalo dilihat dari PT-nya. Saya pernah ketemu lulusan dari
PTS A dengan IPK nyaris sempurna, tapi ‘nggak bunyi’ ketika
disanding lulusan dari PTN B dengan IPK 2,5. Jadi agak sulit
melakukan judgement hanya dengan IPK
3. Berikan bukti alternatif bahwa anda layak untuk dapat beasiswa,
dan refleksikan pada saat nulis aplikasi maupun wawancara. Misalnya
dengan riset proposal yang berkualitas, motivasi belajar yang jelas,
kemampuan memahami masalah, perilaku yang sopan, ahlak mulia,
kemampuan verbal, prestasi kerja, karir, aktivitas sosial, kemampuan
organisasi dsb. Hal ini terbukti sangat banyak membantu karena
merupakan prestasi nyata di lapangan yang jauh lebih sulit dibanding
prestasi akademis seperti IPK yang kebanyakan hanya di ukur dari
satu-dua jam mengerjakan soal ujian.
4. Terakhir dan yang paling penting. Anda harus jujur pada diri anda
sendiri. Jawablah setulus mungkin pertanyaan ini:
a. Perlukah saya mencari beasiswa?
b. Layakkah saya mendapatkan beasiswa?
c. Jika dapat beasiswa itu, mampukah saya lulus nantinya?
d. Jika berhasil lulus nantinya, untuk apa pendidikan, gelar dsb itu?
Jika anda jujur pada diri anda sendiri dan bisa menjawab keempat
pertanyaan itu dengan ‘TEPAT’, insyaallah anda bisa membuat/mengisi
form aplikasi dengan baik dan akan meyakinkan pada saat wawancara.
Dan tentu, tidak ada jawaban paling ‘BENAR’ karena tergantung pada
kondisi masing2 individu, tapi disadari atau tidak, beasiswa itu
sebenarnya hanya jalan untuk bisa sekolah lagi, sementara perlu
sekolah lagi atau tidak itu masalah tersendiri yang tidak mudah
diputuskan. Terlebih dengan mengingat bahwa sekolah itu sendiri
butuh kemampuan untuk bisa lulus, dan seringkali lulus sekolah itu
sendiri jauh lebih sulit dari pada sekedar mendapatkan beasiswa.
JADI, JANGAN MENIPU DIRI SENDIRI. Bagi banyak orang hidup ini tetap
terasa jauh lebih indah tanpa harus mendapat beasiswa sekalipun.
Semoga bermanfaat.
Salam,
Rika
compiled from many sources